Pernikahan Dalam Terang

PERNIKAHAN DALAM TERANG

KATEKISASI PERNIKAHAN
GEREJA KRISTEN JAWA CILACAP
Jl. Dr. Wahidin 38 Cilacap Telp. (0282) 533327

DAFTAR ISI

BAB I : SEKS DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
A. Hakekat Seks
B. Sikap kita terhadap seks

BAB II : SEKS DAN CINTA KASIH
A. Hakekat cinta kasih
B. Hubungan kasih dan seks
BAB III : P E R N I K A H A N
A. Dasar dan tujuan pernikahan
B. Persiapan Pernikahan
C. Masalah tidak menikah
BAB IV : KELUARGA KRISTEN, GEREJA DAN MASYARAKAT
BAB V : PEMBINAAN KELUARGA KRISTEN ( I )
PEMBINAAN ORANGTUA DAN ANAK.
A. Dasar – dasar pembinaan orangtua dan anak
B. Pembinaan kepribadian Kristen
BAB VI : PEMBINAAN KELUARGA KRISTEN ( II ) TUGAS PANGGILAN KELUARGA KRISTEN
TERHADAP GEREJA DAN MASYARAKAT
BAB VII : PEMBINAAN KELUARGA KRISTEN ( III )
BAHAYA – BAHAYA DIDALAM KELUARGA
KRISTEN
BAB VIII : KELUARGA BERTANGGUNGJAWAB


BAB I
SEKS DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

A. Hakekat seks
1. Apakah yang dimaksudkan dengan seks itu ?
Jwb : Seks merupakan bagian yang hakiki dari manusia laki-laki dan perempuan yang telah diciptakan oleh Tuhan.
( Kejadian 1 dan 2 ).
2. Apakah seks itu sesuatu yang kotor ?
Jwb : Seks bukan sesuatu yang kotor, sebab seks diciptakan oleh Tuhan dengan maksud yang baik bagi diri manusia.
( Kejadian 2 : 24-25 ).
3. Mengapa seks sekarang dalam kenyataannya sering menjadi “buah tutur” orang, yang diucapkan dalam gereja dan keluarga secara tersembunyi – sembunyi, seolah-olah itu suatu permainan yang kotor dan terlarang ?
Jwb : Sebab, apa yang pada mulanya baik dan termasuk dalam pengaturan penciptaan Allah itu, kini telah sangat dirusakkan oleh dosa. Dan hal itu telah dimulai sejak manusia pertama jatuh kedalam dosa ( Kejadian 3 : 16-19 ).
4. Dalam hal apakah kerusakan oleh dosa dalam bidang seks itu nampak ?
Jwb : Dalam hal manusia memperalat sesamanya manusia dan menjadikannya obyek untuk mencari kepuasaan dan kenikmatan diri sendiri; misalnya praktek WTS, freesex, penyelewengan / perjinahan dalam hubungan suami istri.
5.Apakah pekerjaan penyelamatan Allah didalam Yesus Kristus juga berlaku bagi bidang seks dalam kehidupan manusia ?
Jwb : Ya, dengan kedatangan Yesus Kristus, maka seks dikembalikan pada fungsinya semula.Yakni melayani hidup manusia agar manusia dapat berfungsi sebagai laki-laki dan perempuan secara penuh, sesuai dengan kehendak Allah (Kejadian 2:24). Kenyataan bahwa Tuhan Yesus memandang seks sebagai suatu yang indah dan mulia, bahwa Ia membuat tanda ajaib yang pertama dalam suatu pesta perkawinan di Kana (Yohanes 2); perceraian antara suami istri dilawanNya dengan keras (Matius 19:3-8).
6. Apakah arti semuanya itu bagi kita orang-orang percaya ?
Jwb : Bahwa kita tidak boleh menghindari masalah-masalah seks, seolah-olah itu sesuatu yang tabu bagi kita, melainkan kita perlu mendengar suara injil Yesus Kristus yang juga berlaku bagi bidang seks dalam kehidupan manusia.

B. Sikap kita terhadap seks.
1.Dengan cara bagaimana kita harus membicarakan masalah-masalah seks ?
Jwb : Dengan secara terbuka dan wajar.
2. Perlukah kita mengetahui soal-soal seks ?
Jwb : Ya perlu, tetapiu kita harus mencari dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya keterangan dari alkitab, dokter, buku-buku dan tulisan-tulisan tentang seks yang bermutu.
3.Perlukah apa yang disebut ‘pendidikan seks’ itu bagi orang muda ?
Jwb : Ya perlu sekali, tetapi dalam arti seperti diatas, yaitu untuk memberi pengertian yang benar dan memang diperlukan tentang seks.


BAB II
SEKS DAN CINTA KASIH

A. Hakekat Cinta Kasih
1. Apakah yang dimaksud dengan cinta kasih (agape) itu ? Dan apakah perbedaannya dengan eros ?
Jwb : Menurut Alkitab, kasih (Agape) itu adalah sesuatu yang berbeda daripada cinta birahi (eros). Kalau cinta birahi (eros) itu merupakan cinta yang bernyala-nyala dan berkobar-kobar lalu sebentar hilang, maka cinta kasih (agape) itu merupakan kasih yang bukan hanya mau mendapatkan dan menguasai, tetapi yang mau memberi dirinya dan berkorban demi kasih itu.
2. Dimanakah kita dapat belajar tentang kasih (agape) itu ?
Jwb : Didalam Alkitab sendiri. Misalnya 1 Korintus 13, Yohanes 3:16, 15:13, 1 Yohanes 4:8 dan sebagainya.
3. Apa lagi yang menjadi cirri khas dari kasih (agape) ?
Jwb : Yaitu, bahwa kasih itu bukan hanya perasaan hati saja, atau buah pikiran belaka, tetapi suatu tindakan nyata, seperti halnya; penuh kesetiaan, kesediaan untuk berkorban, tahan menderita dan sebagainya ( 1 korintus 13).
4. Adakah suatu teladan dari kasih agape itu bagi kita ?
Jwb : Ya ada, yaitu Allah sendiri didalam Yesus Kristus pertama-tama telah memberikan teladan kasih, dengan jalan mengorbankan diri demi keselamatan seluruh umat manusia (Yohanes 15:13)

B. Hubungan Kasih dan Seks
1. Apakah arti cinta kasih itu bagi cinta seksuil ?
Jwb : Cinta kasih (agape) itu memperdalam dan memperkaya cinta seksuil.
2. Apa lagi arti cinta kasih itu bagi cinta seksuil ?
Jwb : Cinta kasih itulah yang membuat cinta seksuil mencapai tujuan yang sesungguh, yakni ikatan antara seorang anak laki-laki dan seorang perempuan sebagai pasangan suami istri yang berlaku seumur hidup dalam perkawinan.
3. Bagaimana akibatnya jika kasih itu dipisahkan dari cinta seksuil ?
Jwb : Akibatnya orang hanya ingin mencari kepuasaan dan kenikmatan seks yang seketika saja, tanpa memperdulikan pasangannya sebagai pribadi/subyek yang patut dikasihi dan dalam ikatan perkawinan yang langgeng.
4. Dan bagaimana akibat lebih lanjut bagi orang yang hanya mementingkan seks dalam hidupnya ?
Jwb : Orang semacam itu lama kelamaan kepribadiannya rusak oleh kekuatan seks yang sudah menjadi semacam demoni (kekuatan iblis) dalam dirinya. Dan orang semacam itu juga merusak hubungannya dengan sesama manusia. Bagi dirinya sendiri bisa mengidap penyakit kotor yang membawa akibat fatal bagi dirinya sendiri dan keturunannya.


BAB III
P E R N I K A H A N

A. Dasar dan Tujuan Pernikahan
1. Apa saja yang saudara ketahui tentang motif-motif pernikahan di masyarakat kita ?
Jwb : Ada bermacam-macam motif, misalnya :
 Untuk mendapatkan keturunan,
 Karena dirasa sudah cukup umur,
 Karena keadaan sudah mengharuskan (a.l. terlanjur hamil),
 Karena alasan ekonomi,
 Karena hutang budi,
 Karena ketaatan kepada orang tua, dan sebagainya.
2. Apakah sebenarnya arti pernikahan itu ?
Jwb : Persaekutuan secara menyeluruh diantara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang didasarkan atas cinta kasih dan berlaku untuk seumur hidup (Kejadian 1:26, 27; Markus 10:7-8).
3. Bagaimanakah hubungan laki-laki dan perempuan dalam pernikahan itu ?
Jwb : sekalipun keduanya mempunyai sifat yang berbeda-beda namun mereka saling membutuhkan dan saling melengkapi demi kebahagiaan hidup berkeluarga (kejadian 2:18).
4. Lalu bagaimana kedudukan masing-masing sebagai suami istri dalam pernikahan tersebut ?
Jwb : Sebagai suami, laki-laki adalah kepala keluarga, sedangkan sebagai istri, perempuan adalah ibu rumah tangga. Keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sebab itu dalam pernikahan Kristen tidak akan dikenal adanya istilah “teman belakang” (kanca wingking).
5. Apa saja yang dituntut dari kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) dalam hidup pernikahan ?
Jwb : Masing-masing dituntut untuk :
 Saling percaya dan menyabari,
 Berlaku setia,
 Mempunyai rasa tanggungjawab bersama,
 Mau dan berani berkorban, dan sebagainya.
6. Haruskah pernikahan Kristen itu monogam (pernikahan monogamy = pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan saja) ?
Jwb : Ya, sebab seperti pernikahan asli yang ditetapkan oleh Allah ditaman eden, yaitu pernikahan Adam dan Hawa-pun monogam sifatnya (kejadian 2:22-24).
7. Apakah yang menjadi tujuan pernikahan itu ?
Jwb : a. Supaya dengan diwujudkannya hubungan persekutuan atas dasar cinta kasih dari kedua orang yang menikah itu, manusia akan mencerminkan dirinya sebagai peta dan teladan Allah (kejadian 1:26 ,27).
b.Sebagai mandataris Allah, supaya suami dan istri dalam hidup pernikahan dapat ,memenuhi panggilan dan tanggungjawabnya: menguasai, mengatur, dan mengembangkan dunia (alam) ini (kejadian 1:28).
8. Apakah ada hubungannya, dalam hubungan pernikahan dan hubungan Kristen dengan jemaatNya ?
Jwb : Ada. Hubungan suami dan istri dalam hidup pernikahan haruslah mencerminkan hubungan saling mengasihi dan mengorbankan diri demi jemaatNya (Efesus 5:22-23).
9. Apakah perlunya pernikahan itu disyahkan secara resmi baik oleh pemerintah maupun gereja ?
Jwb : Karena masalah pernikahan itu bukan saja merupakan masalah kedua orang yang mau menikah, melainkan termasuk masalah keluarga, masyarakat, dan gereja, bahkan menyangkut masalah generasi yang akan datang.


B. Persiapan Pernikahan.
1. Mengapa pernikahan itu perlu dipersiapkan ?
Jwb : Sebab kecuali masalah pernikahan menyangkut keluarga, masyarakat, gereja dan generasi yang akan datang, tetapi juga mengenai ikatan seumur hidup bagi kedua orang yang mau menikah.
2. Segi-segi apa saja yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang mau menikah ?
Jwb : Mereka yang akan menikah haruslah memperhatikan :
 Masalah kepercayaan,
 Masalah pengenalan pribadi masing-masing,
 Masalah pembangunan keluarga,
 Masalah percintaan,
 Masalah pendidikan,
 Masalah ekonomi dan keuangan,
 Masalah umur.
3. Siapakah yang seharusnya menentukan bagi seseorang unutk memilih jodohnya ?
Jwb : Pertama-tama haruslah orang itu sendiri dengan tidak melupakan petunjuk-petunjuk dan pertyimbangan-pertimbangan dari : orang tua, gereja, malahan pimpinan Roh Kudus sendiri dengan melalui doa.
4. Apakah itu pertunangan ?
Jwb : Keputusan tentang permufakatan kedua belah pihak untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan pernikahan.
5. Apakah yang harus diperhatikan oleh kedua orang yang bertunangan ?
Jwb : Dalam kesempatan ini mereka harus saling berusaha menyesuaikan diri dengan kesabaran, saling mengenal keberadaan masing-masing, dan belajar menyangkal diri untuk tidak selalu mementingkan diri-sendiri.
6. Apakah yang dilarang bagi mereka selama masa pertunangan ?
Jwb : Selama pernikahan mereka belum disyahkan, sekali-kali mereka tidak boleh memperlakukan diri sebagai seorang yang sudah menikah.
7. Dapatkah dibenarkan orang melakukan hubungan seks (persetubuhan) diluar pernikahan ?
Jwb : Tidak boleh, sebab hubungan seks (persetubuhan) yang sebenarnya itu hanya mungkin dibenarkan dalam hubungan pernikahan (I Korintus 6:19)
8. Berapa lama masa pertunangan ?
Jwb : Jangan terlalu lama supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak baik, sebaliknya juga jangan terlalu pendek, agar mereka memperoleh kesempatan cukup untuk saling mengenal dan menguji kesetiaan masing-masing.

C. Masalah tidak Menikah
1. Benarkah anggapan bahwa orang tidak menikah itu belum menjadi manusia lengkap ? haruskah tiap-tiap orang itu menikah ?
Jwb : Tidak benar dan tidak harus bagi seseorang untuk menikah. Hidup mereka yang tidak menikah tetap lengkap. Asalkan memang terisi oleh pengabdian kepada Allah dan sesama.
2. Dan benarkah juga anggapan orang, bahwa orang yang tidak menikah itu merupakan pelarian diri dari tanggung jawabnya kepada masyarakat ?
Jwb : Tidak benar. Mereka yang menempuh hidup tidak menikah juga dapat hidup dan bekerja serta mencapai sukses dalam pengabdiannya baik kepada Tuhan maupun kepada sesama masyarakat. Malah sering justru mereka ini dapat mencurahkan segenap waktu, kepandaiannya dan kepribadiannya untuk mengabdikan diri baik kepada Tuhan dan sesama mereka.
3. Menjadi sia-siakah hidup mereka yang tidak menikah yang disebabkan oleh karena alasan-alasan lain (misalnya : tiada kesempatan lagi karena menderita suatu penyakit berbahaya) ?
Jwb : Hidup mereka tidak menjadi sia-sia dan akan tetap berarti, kalau mereka dapat menerima keadaannya yang sedemikian itu dan tetap dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya demi Allah sdan sesama.

BAB IV
KELUARGA KRISTEN
GEREJA DAN MASYARAKAT

1. Apa hubungan keluarga Kristen dengan gereja ?
Jwb : Keluarga kristen adalah perwujudan yang kecil dari gereja Yesus Kristus di dunia ini (Matius 18:20). Dapat juga dikatakan bahwa keluarga Kristen adalah bagian penting dari gereja. Gereja tersusun dari keluarga-keluarga Kristen.
2. Apa artinya hal yang tersebut diatas ?
Jwb : Hal yang tersebut diatas berarti, bahwa apa yang disebutkan dalam alkitab tentang gereja itu juga berlaku bagi keluarga kristen. Misalnya gereja = tubuh kristus; kristus = kepala gereja. Jadi keluarga Kristen adalah bagian tiubuh kristus, dan kristus adalah kepala keluarga Kristen.
3. Kalau demikian, apakah yang penting dan perlu diperhatikan didalam keluarga Kristen ?
Jwb : Yaitu persekutuan dengan kristus sebagai kepalanya (Yohanes 15:1-8).
4. Bagaimanakah hal itu dapat dilaksanakan dalam praktek kehidupan keluarga Kristen sesehari ?
Jwb : Yaitu dengan memperhatikan Firman Tuhan (membaca dan berusaha untuk memahami Firman Tuhan) dan berdoa. Dengan lain perkataan : melakukan kebaktian keluarga.
5. Hal apa yang perlu diperhatikan oleh keluarga Kristen dalam hubungannya dengan gereja ?
Jwb : Sebagai bagian penting dari gereja, keluarga Kristen harus ikut mewujudkan apa yang menjadi tugas panggilan gereja ditengah-tengah masyarakat.
6. Apakah yang menjadi tugas panggilan gereja ditengah-tengah masyarakat ?
Jwb : Yaitu menjadi garam dan terang (Matius 5:13-16)
7. Apa yang akan menjadi buah-buah yang nyata apabila keluarga Kristen menyadari dan melaksanakan semua yang disebutkan diatas ?
Jwb : Jikalau keluarga Kristen menyadari dan melaksanakan semua yang disebutkan diatas maka gereja akan menjadi gereja yang hidup dan gereja yang sungguh-sungguh berfungsi ditengah-tengah masyarkat.
8. Apakah yang menjadiu tujuan yang terakhir dari berfungsinya gereja ditengah-tengah masyarakat ?
Jwb : Supaya kerajaan Allah datang di dunia ini.

BAB V
PEMBINAAN KELUARGA KRISTEN (I)
PEMBINAAN ORANG TUA DAN ANAK

A. Dasar-dasar pembinaan orang tua dan anak.
1. Apakah dasar utama yang diperlukan dalam pembinaan iman orang tua dan anak ?
Jwb : Persekutuan dengan Tuhan Allah ditengah keluarga, dimana Tuhan diterima sebagai Tuhan dan Kepala Keluarga yang dipercayai dan dimuliakan oleh segenap anggota keluarga (Efesus 5:23). Lihat BAB IV.3.
2. Dengan cara bagaimanakah persekutuan dengan Tuhan Alah itu dapat kita wujudkan ditengah-tengah keluarga ?
Jwb : * Dengan bersama-sama membaca dan menyelidiki Firman Allah dalam kebaktian keluarga, dimana semua anggota keluarga hadir didalamnya.
* Dengan bersama-sama bersekutu dengan doa, dan menyanyikan puji-pujian.
* Dengan bersama-sama beribadat di gereja pada hari Minggu. Lihat juga BAB IV.4.
3. Apakah ada cara lain untuk mewujudkan persekutuan dengan Tuhan Allah di tengah-tengah keluarga ?
Jwb : Ya. Dengan menunjukan kasih antara sesama anggota keluarga, sebagaimana Tuhan itu juga kasih adanya. Dan menunjukkan sikap saling mengampuni, saling maafkan, seperti halnya kita semua telah terlebih dahulu menerima pengampunan dari Tuhan.
4. Bagaimana tempat dari masing-masing pribadi anggota keluarga didalam persekutuan dengan Tuhan itu ?
Jwb : Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggotanya banyak, dan anggota yang banyak itu saling memerlukan dan saling melengkapi (I Korintus 12:12-27), maka tiap-tiap pribadi anggota keluarga diberi kebebasan untuk mengembangkan kepribadian serta kemampuannya secara penuh, khususnya anggota keluarga yang kecil, lemah dan cacat, perlu dikasihi; sebagaimana juga Tuhan mengasihi anak-anakNya satu-persatu. Namun, disamping itu tak boleh dilupakan pentingnya masing-masing anggota keluarga mengerti fungsinya, tugas dan tanggungjawabnya baik sebagai suami atau istri, sebagai bapak atau ibu, sebagai anak atau pembantu rumah tangga.

B. Pembinaan Kepribadian Kristen.
1. Apakah sikap-sikap yang perlu dikembangkan dalam pembinaan orangtua dan anak ?
Jwb : * Sikap keterbukaan satu terhadap yang lain. Masing-masing bisa menyatakan perasaan dan pendapatnya tanpa rasa takut ditolak atau direndahkan.
* Sikap peka terhadap kebutuhan/ kesukaan orang lain didalam keluarga, maupun yang ada disekitarnya.
* Sikap ramah bersahabat terhadap sesama anggota keluarga, tetangga dan tamu.
2. Bagaimanakah sikap keluarga Kristen di tengah-tengah perkembangan masa kini, dimana bisa terjadi ibu dan bapak bekerja diluar rumah dan anak-anak mempunyai banyak kegiatan diluar rumah juga, sehingga mereka jarang bertemu ?
Jwb : Mencari nafkah dan mengejar karier serta kedudukan, memang penting. Namun, keluarga Kristen tak boleh melupakan pentingnya kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, keluarga Kristen perlu menyisihkan waktu sungguh-sungguh untuk kepentingan keluarga. Misalnya, makan malam bersama, mengadakan waktu untuk hari-hari istimewa dalam keluarga, seperti peringatan ulang tahun, peringatan Natal atau Tahun Baru, dsb.
3. Pentingkah arti pendidikan seks yang diajarkan oleh orangtua terhadap anak-anaknya ?
Jwb : Ya. Penting sekali. Pendidikan seks pertama-tama hendaknya diberikan oleh para orang tua sendiri. Bisa dilakukan oleh Bapak, namun biasanya ibu lebih dekat dan luwes untuk membicarakan hal ini dengan anak-anaknya, khususnya yang memasuki usia remaja. Tentu saja pendidikan seks ini harus memperhatikan usia dan pengetahuan anak. Untuk itu orang tua dapat mencari bantuan dari buku yang bermutu atau dari ceramah-ceramah yang kadang kala diadakan oleh Komisi Wanita Gereja.
4. Bagaimanakah seharusnya sikap keluarga Kristen terhadap masalah uang dan materi pada umumnya ?
Jwb : Keluarga perlu menyadari bahaya materialisme (sikap mengejar harta benda) yang melanda masyarakat pada masa sekarang. Hendaknya uang, harta milik tidak dipandang sebagai tujuan satu-satunya yang harus diperoleh, namun keluarga berusaha mengembangkan nilai-nilai rohani sebagai tujuan hidupnya.

BAB VI
PEMBINAAN KELUARGA KRISTEN (II)
TUGAS PANGGILAN KELUARGA KRISTEN TERHADAP GEREJA DAN MASYARAKAT

1. Apakah yang menjadi tugas panggilan keluarga kristen terhadap gereja?
Jwb : Yaitu pertama-tama ikut ambil bagian secara aktip dalam kehidupan gereja.
2. Dalam hal-hal apakah itu harus dinyatakan ?
Jwb : Antara lain :
 Dengan menjadi warga jemaat yang hidup,.
 Yang menghadiri kebaktian dan perayaan sakramen secara tetap,
 Yang mengenal dan ikut merasa bertanggungjawab atas keadaan dan kebutuhan jemaat,
 Yang bersedia memberikan sumbangannya demi kemajuan jemaat (baik berupa pikiran, tenaga, maupun materi)
3. Apa lagi yang menjadi tugas panggilan keluarga Kristen terhadap gereja ?
Jwb : Yaitu juga berusaha ikut mewujudkan apa yang menjadi tugas panggilan gereja didunia ini (lihat BAB IV).
4. Dengan cara bagaimana hal itu harus dinyatakan ?
Jwb : Antara lain dengan ikut ambil bagian secara aktip dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh jemaat dalam bidang kesaksian dan pelayanan, dan juga sebagai keluarga Kristen sendiri menjadi pusat kesaksian dan pelayanan bagi sekelilingnya.
5. Apa yang menjadi tugas panggilan keluarga Kristen terhadap masyarakat ?
Jwb : Keluarga Kristen harus menjadi keluarga teladan ditengah-tengah masyarakat.
6. Dengan cara bagaimana keluarga Kristen dapat menjadi keluarga teladan di tengah-tengah masyarakat ?
Jwb : Dengan hidup secara terbuka ditengah-tengah masyarakat, tidak menyendiri, melainkan berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat. Tetapi juga bersikap kritis membangun.
7. Apa yang dimaksudkan dengan bersikap kritis membangun ?
Jwb : Yaitu tidak menerima dengan begitu saja keadaan yang ada, melainkan selalu menyoroti keadaan dari terang firman Allah; lalu ikut mengusahakan dan mengembangkan hal-hal yang positip, dan menolak serta memerangi hal-hal yang negatip.
8. Apakah dapat disebutkan contoh dari hal-hal yang positip ditengah-tengah masyarakat yang harus diusahakan dan dikembangkan oleh keluarga kristen ?
Jwb : Misalnya usaha-usaha pembangunan yang dimaksudkan untuk meratakan kesejahteraan usaha-usaha perikemanusian, usaha-usaha kerukunan diantara anggota-anggota masyarakat dsb.
9. Apakah dapat disebutkan contoh dari hal-hal yang negatip ditengah-tengah masyarakat yang harus ditolak dan diperangi oeh keluarga kristen ?
Jwb : Misalnya praktek-prraktek yang merugikan masyarakat seperti penghisapan, korupsi, adu domba, fitnah, dsb.
10. Apabila timbul pertentangan seperti misalnya pada hari Minggu kita diundang untuk menghadiri rapat kampung atau ikut kerja bakti, maka bagaiana seharusnya sikap kita ?
Jwb : Kita harus bersikap bijaksana, yaitu dengan sabar menjelaskan alasan kita, mengapa kita tidak dapat megikuti kegiatan tersebut.

BAB VII
PEMBINAAN KELUARGA KRISTEN (III)
BAHAYA-BAHAYA DI DALAM KELUARGA KRISTEN

1. Bahaya-bahaya apa yang dapat mengancam kehidupan keluarga kristen ? Berilah contoh-contoh ?
Jwb : Bahaya yang datang dari dalam, misalnya :
 Perasaan jemu,
 Sikap mementingkan diri,
 Perbedaan watak yang menimbulkan perbantahan-perbantahan yang sukar diatasi,
 Kesulitan ekonomi, dsb.
Bahaya yang datang dari luar, misalnya :
 Pengaruh adat,
 Pengaruh cita-cita duniawi (perasaan iri, bersaing, materialistis, kebiasaan cerai sebagai cara pemecahan masalah).
2. Bagaimana usaha menghadapi bahaya-bahaya tersebut ?
Jwb : Dalam keluarga harus ada usaha bersama untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dalam kesabaran dan pergumulan bersama dihadapan Tuhan (baca Kolose 3:13; I Petrus 4:10).
3. Benarkah adanya ketegangan-ketegangan dalam kehidupan keluarga itu merupakan seni kehidupan ?
Jwb : Ya, memang. Selama ketegangan-ketegangan itu tidak terjadi terus menerus sehingga dapat membunuh cinta kasih yang ada.
4. Dennngann alasann-alasann tertentu, mmissalnnya : karrena kemanduklann, pennnyellewengan dalamm perzinaan, kesehatann, ditinggal pergi jauh, dsb. Dapatkah dibenqarkan terjadinya perceraian ?
Jwb : Sekalipun menurut peraturan perundang-undangan mungkin terjadinya perceraian, namun menurut ajaran Alkitab, perceraian tetap dilarang sebab :
 Terbentuknya keluarga melalui pernikahan itu bersifat kekal, suci, berlaku seumur hidup, tidak sebagai kontrak (Matius 19:6).
5. Usaha-usaha apakah untuk mencegah terjadinya bahaya perceraian?
Jwb : Didalam keluarga harus terjadi :
 Kejujuran dan sikap kewajaran,
 Komunikasi terbuka,
 Setiap pernikahan harus dipersiapkan secara matang,
 Menghindari terjadinya kawin muda,
 Harus mau berjuang mengatasi sebab-sebab yang menimbulkan ketegangan-ketegangan, dsb.

BAB VIII
KELUARGA BERTANGGUNG JAWAB

1. Mengapa dipakai istilah keluarga bertanggung jawab ?
Jwb :* Istilah yang umum dipakai adalah keluarga berencana (KB), ini mengarah/menekankan pada membatasi kelahiran (jumlah anak), demi sukses program pemerintah.
* Istilah keluarga bertanggungjawab, tak menekankan pada soal pembatasan kelahiran saja, tetapi sikap tanggungjawabnya hidup ini dihadapann Tuhan demi kesejahteraan keluarga dan sesama (masyarakat).
2. Apa yang dimaksud dengan tanggungjawab disini ?
Jwb : Tanggung jawab adalah panggilan hidup yang pokok sebagai manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah (Kejadian 2:9). Hidup bertannggunng jawab adalah panggilan setiap orang kristen, baik yang berkeluarga, membujang, beranak, tidak beranak. Sebab kehidupann yang baru dalam Kristus adalah kehidupan yang penuh berkat dan tanggungjawab. Berkat Tuhan senantiasa menuntut tanggung jawab bagi yang menerimanya.
3. Apakah yang menjadi persoalan dalam melaksanakan hidup keluarga yang bertanggung jawab ?
Jwb : Membatasi kelahiran dengan cara yang tidak betul.
4. Bagaimana pandangan kita tentang masalah itu ?
Jwb : * Keputusan untuk mengatur jumlah anak dan cara-caranya adalah sepenuhnya tanggung jawab suami istri dihadapan Tuhan.
* Yang penting di sini bukanlah soal jumlah anak (maksimum dan minimum), tetapi keadaan yang sebaik-baiknya (optimum) yang dapat dipertanggungjawabkan dei kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
* Dalam memilih cara-cara mengatur (membatasi atau menjarangkan) kelahiran, hendaknya dipertimbangkan masak-masak, cara-cara yang sebaiknya dapat dipertanggungjawabkan.
* Keputusan yang bertanggungjawab, didasarkan antara lain dengan alasan-alasan :
 Yang menyangkut masyarakat : pertumbuhan pendudukan yang amat cepat, dengan segala akibat dibidang ekonnomi, sosial dan materiil (kurangnya kesempatan kerja, perlunya sekolah-sekolah).
 Yang menyangkut langsung pada pasangan suami istri, misalnya : soal kesehatan (indikasi medis), ekonomi keluarga, pendidikan anak dimasa depan, tekanan psikologis, terutama ibu, alasan sosial (misal soal perumahan).
 Didalam mengatur atau merencanakan keadaan dan besarnya keluarga, hendaknya dilaksanakan demikian :
a. cinta kasih satu dengan yang lain,
b. demi cinta pada (bakal) anak-anaknya,
c. kesejahteraan umum (gereja dan masyarakat).
5. Hal-hal apa yang dapat menghambat pelaksanaan keluarga yang bertanggungjawab ?
Jwb : * Sikap individualistis : hanya memikirkan kesejahteraan keluarga sendiri saja, tanpa mengingat kesejahteraan lingkungan hidupnya.
* Cara berpikir yang aksklusip, artinya dalam berpikir dan mengambil keputusan tidak pernah mempertimbangkan kesejahteraan orang lain.
* Adat/tradisi-tradisi yang sudah tak sesuai lagi dengan tuntutan jaman.
6. Benarkah banyak anak banyak berkat ?
Jwb : Tidak dengan sendirinya ; memang anak adalah berkat. Tetapi setiap berkat Tuhan membawa tanggung jawab, agar berkat itu juga, menjadi berkat bagi orang lain. Tanggung jawab kita memelihara, mendidiknya agar anak kita menjadi berkat bagi sesama. (Hana mohon anak bagi Tuhan).

MPHB 2008

SARASEHAN
MPHB TAHUN 2006 GKJ CILACAP
Rabu, 04 Oktober 2006

Tema : KELUARGA YANG SEMAKIN BERKENAN KEPADA ALLAH
Tujuan : Setelah membahas dan memperhatikan materi sarasehan, peserta dapat meninjau ulang tujuan mula-mula dalam membina dan membangun kehidupan berkeluarganya supaya makin berkenan dihadapan Allah.

PENGANTAR
“Hidup berkeluarga adalah keharusan” hal tersebut merupakan pandangan umum masyarakat. Umumnya orang menikah ketika menyadari usia yang semakin tua dan biasanya pengaruh lingkungan Di pedesaan orang berani memutuskan menikah sekalipun dia sadar belum bekerja dan calon istrinya belum bekerja, hanya karena “ketimbang dikatakan bujang lapuk”. Sementara orang modern berpikir ulang tentang resiko dan konsekwensi perkawinan yang menyangkut masalah keuangan/ekonomi dan tujuan membangun keluarga bagi dirinya. Ada dua motivasi seseorang dalam memilih menikah atau tidak, pertama disebabkan faktor sosial/pengaruh lingkungan masyarakat, dan kedua adalah keputusan dirinya sendiri.
Dalam hal ini, jelas bahwa disatu sisi membangun keluarga adalah pilihan bebas seseorang yang disahkan dan diterima kehadirannya oleh masyarakat, dan juga agama tertentu, tetapi disisi lain bisa juga karena masyarakat yang mendesaknya sebab tinggal bersama dalam satu rumah tanpa ikatan dimengerti sebagai pelanggaran terhadap nilai religius dan tidak normal.
Pada kenyataannya, dalam perkawinan yang dikatakan normal/umum, ternyata menyimpan juga sisi ketidaknormalan. Contoh kasus: ketika semula seorang jejaka menikah dengan seorang gadis di tahun-tahun pertama nampak serba baik dan romantis. Tetapi masuk tahun ke-3 mulai terjadi perubahan sikap diantara keduanya, ketidakcocokan menjadi alasan bagi mereka memutuskan perkawinan yang diberkati dan diteguhkan di gereja. Setelah dilakukan pastoral dan dalam keterbukaan, akhirnya didapati bahwa suaminya seorang gay (lebih menyukai laki-laki). Hanya supaya tidak dikatakan sebagai bujang lapuk dan menunjukkan fungsinya sebagai pria normal dia menikah. Tetapi selama itu pula fungsi sesungguhnya sebagai suami istri tidak berjalan. Pernikahan sandiwara dan religius dilayankan, tetapi kenyataannya adalah pernikahan yang hampa.

APA ITU KELUARGA?
- Pengertian keluarga dan tujuan dari perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 adalah: sebuah ikatan lahir batin, antara laki-laki dan perempuan, yang disadari atas rasa saling suka dan tanpa paksaan, yang bertujuan untuk membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Adapun sahnya perkawinan apabila dilaksanakan menurut tatacara agama dan dicatat oleh Negara.
- Sedangkan pengertian umum tentang keluarga yakni keluarga inti (neuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga inti seringkali diterjemahkan dengan suami istri (Bapak ibu) dan anak-anak. Sedangkan keluarga luas seringkali diterjemahkan sebagai sanak saudara; kakek, nenek, paman, bibi, keponakan, besan, misan, dan sebagainya yang dianggapnya masih bertalian darah. Dalam hal ini, masyarakat kita lebih akrab mengatakan masih memiliki “ikatan keluarga/family”. Dari gambaran yang demikian pada umumnya kemudian pengertian keluarga adalah sanak saudara yang bertalian darah dan memiliki garis keturunan, demikian juga orang yang tinggal dalam seisi rumah.
- Dengan demikian pada saat awal seseorang membangun keluarga sebenarnya tidak berdiri dan sah menurut pengertiannya sendiri, akan tetapi atas dasar Pengakuan agama dan Negara. Dengan bahasa yang lain, bahwa untuk membangun keluarga, peletak pondasinya adalah diri sendiri, sedangkan masyarakat adalah faktor pengesahnya. Akan tetapi dalam perjalanannya, bisa jadi sebaliknya, orang terpaksa membentuk keluarga atas desakan masyarakat/lingkungan tinggalnya. Tentu hal ini merupakan kekecualian; bila kedapatan seorang kumpul kebo, maka masyarakat akan mendorongnya supaya menikah.
Dengan kata lain, agama dengan pengajarannya turut mendukung definisi keluarga yang benar dan diterima hanya bila dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Ini sangat teologis dan diatur jelas oleh Negara kita, walaupun faktanya ternyata ada juga penyimpangan dalam keluarga.




MEMILIH BANGUNAN KELUARGA KRISTEN
Sekarang, bagaimana bangunan keluarga Kristen dimengerti? Kita bisa memahami konsep bangunan keluarga Kristen dan pemaknaan perkawinan bagi orang Kristen dari rumusan pertelaan/pengajaran yang dalam setiap ibadah peneguhan dan pemberkatan perkawinan disampaikan. Bangunan keluarga didalamnya memuat tiga unsure yaitu:
1. Bangunan Keluarga “Cinta Kasih”; saling memperhatikan, tidak mementingkan diri sendiri dan saling menolong.
2. Bangunan Keluarga “Saling Berjanji”; menjaga kelestarian keluarga, menghindari segala bentuk perzinahan dan keinginan hawa nafsu.
3. Bangunan Keluarga “Yang diteguhkan dan diberkati”; dimengerti sebagai keterlibatan Allah yang nyata dalam pembentukan keluarga, oleh sebab itu setiap keluarga diingatkan untuk menempatkan sabda Tuhan sebagai pengarah dalam kehidupan rumah tangganya serta senantiasa bersyukur, melalui sikap diri dengan bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bangunan keluarga Kristen pada akhirnya dimengerti sebagai penyatuan laki –laki dan perempuan sebagai suami istri atas kehendak Allah, dimana keduanya tidak lagi dua melainkan satu. Penegasan tentang ”apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”, tentu kesan dari rumusan ini adalah soal kesungguhan orang yang akan menikah di hadapan Allah dan disaksikan manusia, harus menjaga keutuhan perkawinan sebisanya. Konsekuensi dari hal itu berarti perceraian yang dilakukan manusia berarti dosa. Namun demikian dalam faktanya, beriring dengan waktu dan proses kehidupan rumah tangga orang yang diberkati sekalipun akhirnya ada yang terpaksa harus berujung dengan perceraian.
Tentu saja setiap orang yang membangun keluarga berharap mengalami kebahagiaan turun temurun, melihat kebahagiaan anak – anak dari anak – anaknya. Bagian ini sebagai dasar bangunan keluarga Kristen dan gambaran yang indah tentang keluarga (Kej 1 : 27 – 30)
Gambaran keluarga yang demikian menjadi doa dan harapan keluarga Kristen yang sungguh – sungguh takut akan Tuhan, yaitu keluarga yang menjalani hidupnya dengan kesadaran dan ketaatan akan kehendak dan perintah Allah. Keluarga yang demikian inilah yang berkenan di hadapan Tuhan, bahkan akan mengalami kebahagiaan dari Tuhan.
Masalahnya adalah apakah ketika seseorang pada awalnya memilih bangunan keluarga Kristen sudah sungguh – sungguh mengerti akan konsekuensinya ? Dalam arti bahwa perkawinan bersifat monogami, satu untuk selamanya dan terikat janji di hadapan Tuhan ataukah sebenarnya perkawinan sebagai urusan lahiriah yang sangat manusiawi sehingga ukuran sukses atau gagalnya perkawinan menjadi sangat manusiawi ? Dalam arti hanya karena persoalan manusiawi seperti kemiskinan, tidak cukup makan dan kebutuhan, tidak puas pelayanan seksual istri/suami, tidak bisa memiliki harta seperti tetangga, dsb, akhirnya perkawinan diakhiri dengan perceraian.
Contoh kasus : ada keluarga Kristen yang tidak punya uang, ia tidak ke gereja. Ketika ia didatangi dan ditanya ”mengapa tidak ke gereja ?”, dengan jujur ia menjawab ”lha wong untuk makan saja kami harus utang, kalau ke gereja kami harus persembahan, kalau tidak persembahan saya malu”. Uang memang akar segala kejahatan, tetapi dengan uang pula gereja hidup, masyarakat digerakkan, kerja seseorang dihargai dan uang menjadi kontrol kehidupan di jaman ini, baik keluarga, gereja maupun masyarakat.
Masalahnya adalah bagaimana pada akhirnya sebagai keluarga Kristen dalam menjalani hidup ini tidak diatur dan dikuasai oleh uang, akan tetapi mengatur dan mengelola berapapun besarnya keuangan itu untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan seperlunya saja. Perenungan bagi kita sekarang adalah, bagaimana mempertahankan supaya sendi – sendi bangunan keluarga itu tidak meengalami pengeroposan melainkan tetap kuat berdiri dan bergerak mengikuti perubahan jaman ?

BAHAN DISKUSI :
1. Bagaimana Saudara memaknai kehidupan keluarga Saudara sampai saat ini?
2. Adakah bedanya keluarga Kristen dan keluarga lainnya? Apakah Saudara menikmati perbedaan itu?
3. Dalam perjalanan kehidupan rumah tangga Saudara sejauh ini, pernahkah saudara mencatat persoalan berat yang terjadi, dan apakah dalam saat – saat berat tersebut janji perkawinan yang pernah diucapkan dapat berfungsi untuk mengatasinya ?
4. Sebutkan beberapa hal yang dianggap menjadi tantangan terbesar dalam kehidupan keluarga Kristen di jaman sekarang ? Bagaimana sikap dan tanggapan Saudara ?


Template Brought by :

blogger templates