MPHB 2008

SARASEHAN
MPHB TAHUN 2006 GKJ CILACAP
Rabu, 04 Oktober 2006

Tema : KELUARGA YANG SEMAKIN BERKENAN KEPADA ALLAH
Tujuan : Setelah membahas dan memperhatikan materi sarasehan, peserta dapat meninjau ulang tujuan mula-mula dalam membina dan membangun kehidupan berkeluarganya supaya makin berkenan dihadapan Allah.

PENGANTAR
“Hidup berkeluarga adalah keharusan” hal tersebut merupakan pandangan umum masyarakat. Umumnya orang menikah ketika menyadari usia yang semakin tua dan biasanya pengaruh lingkungan Di pedesaan orang berani memutuskan menikah sekalipun dia sadar belum bekerja dan calon istrinya belum bekerja, hanya karena “ketimbang dikatakan bujang lapuk”. Sementara orang modern berpikir ulang tentang resiko dan konsekwensi perkawinan yang menyangkut masalah keuangan/ekonomi dan tujuan membangun keluarga bagi dirinya. Ada dua motivasi seseorang dalam memilih menikah atau tidak, pertama disebabkan faktor sosial/pengaruh lingkungan masyarakat, dan kedua adalah keputusan dirinya sendiri.
Dalam hal ini, jelas bahwa disatu sisi membangun keluarga adalah pilihan bebas seseorang yang disahkan dan diterima kehadirannya oleh masyarakat, dan juga agama tertentu, tetapi disisi lain bisa juga karena masyarakat yang mendesaknya sebab tinggal bersama dalam satu rumah tanpa ikatan dimengerti sebagai pelanggaran terhadap nilai religius dan tidak normal.
Pada kenyataannya, dalam perkawinan yang dikatakan normal/umum, ternyata menyimpan juga sisi ketidaknormalan. Contoh kasus: ketika semula seorang jejaka menikah dengan seorang gadis di tahun-tahun pertama nampak serba baik dan romantis. Tetapi masuk tahun ke-3 mulai terjadi perubahan sikap diantara keduanya, ketidakcocokan menjadi alasan bagi mereka memutuskan perkawinan yang diberkati dan diteguhkan di gereja. Setelah dilakukan pastoral dan dalam keterbukaan, akhirnya didapati bahwa suaminya seorang gay (lebih menyukai laki-laki). Hanya supaya tidak dikatakan sebagai bujang lapuk dan menunjukkan fungsinya sebagai pria normal dia menikah. Tetapi selama itu pula fungsi sesungguhnya sebagai suami istri tidak berjalan. Pernikahan sandiwara dan religius dilayankan, tetapi kenyataannya adalah pernikahan yang hampa.

APA ITU KELUARGA?
- Pengertian keluarga dan tujuan dari perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 adalah: sebuah ikatan lahir batin, antara laki-laki dan perempuan, yang disadari atas rasa saling suka dan tanpa paksaan, yang bertujuan untuk membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Adapun sahnya perkawinan apabila dilaksanakan menurut tatacara agama dan dicatat oleh Negara.
- Sedangkan pengertian umum tentang keluarga yakni keluarga inti (neuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga inti seringkali diterjemahkan dengan suami istri (Bapak ibu) dan anak-anak. Sedangkan keluarga luas seringkali diterjemahkan sebagai sanak saudara; kakek, nenek, paman, bibi, keponakan, besan, misan, dan sebagainya yang dianggapnya masih bertalian darah. Dalam hal ini, masyarakat kita lebih akrab mengatakan masih memiliki “ikatan keluarga/family”. Dari gambaran yang demikian pada umumnya kemudian pengertian keluarga adalah sanak saudara yang bertalian darah dan memiliki garis keturunan, demikian juga orang yang tinggal dalam seisi rumah.
- Dengan demikian pada saat awal seseorang membangun keluarga sebenarnya tidak berdiri dan sah menurut pengertiannya sendiri, akan tetapi atas dasar Pengakuan agama dan Negara. Dengan bahasa yang lain, bahwa untuk membangun keluarga, peletak pondasinya adalah diri sendiri, sedangkan masyarakat adalah faktor pengesahnya. Akan tetapi dalam perjalanannya, bisa jadi sebaliknya, orang terpaksa membentuk keluarga atas desakan masyarakat/lingkungan tinggalnya. Tentu hal ini merupakan kekecualian; bila kedapatan seorang kumpul kebo, maka masyarakat akan mendorongnya supaya menikah.
Dengan kata lain, agama dengan pengajarannya turut mendukung definisi keluarga yang benar dan diterima hanya bila dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Ini sangat teologis dan diatur jelas oleh Negara kita, walaupun faktanya ternyata ada juga penyimpangan dalam keluarga.




MEMILIH BANGUNAN KELUARGA KRISTEN
Sekarang, bagaimana bangunan keluarga Kristen dimengerti? Kita bisa memahami konsep bangunan keluarga Kristen dan pemaknaan perkawinan bagi orang Kristen dari rumusan pertelaan/pengajaran yang dalam setiap ibadah peneguhan dan pemberkatan perkawinan disampaikan. Bangunan keluarga didalamnya memuat tiga unsure yaitu:
1. Bangunan Keluarga “Cinta Kasih”; saling memperhatikan, tidak mementingkan diri sendiri dan saling menolong.
2. Bangunan Keluarga “Saling Berjanji”; menjaga kelestarian keluarga, menghindari segala bentuk perzinahan dan keinginan hawa nafsu.
3. Bangunan Keluarga “Yang diteguhkan dan diberkati”; dimengerti sebagai keterlibatan Allah yang nyata dalam pembentukan keluarga, oleh sebab itu setiap keluarga diingatkan untuk menempatkan sabda Tuhan sebagai pengarah dalam kehidupan rumah tangganya serta senantiasa bersyukur, melalui sikap diri dengan bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bangunan keluarga Kristen pada akhirnya dimengerti sebagai penyatuan laki –laki dan perempuan sebagai suami istri atas kehendak Allah, dimana keduanya tidak lagi dua melainkan satu. Penegasan tentang ”apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”, tentu kesan dari rumusan ini adalah soal kesungguhan orang yang akan menikah di hadapan Allah dan disaksikan manusia, harus menjaga keutuhan perkawinan sebisanya. Konsekuensi dari hal itu berarti perceraian yang dilakukan manusia berarti dosa. Namun demikian dalam faktanya, beriring dengan waktu dan proses kehidupan rumah tangga orang yang diberkati sekalipun akhirnya ada yang terpaksa harus berujung dengan perceraian.
Tentu saja setiap orang yang membangun keluarga berharap mengalami kebahagiaan turun temurun, melihat kebahagiaan anak – anak dari anak – anaknya. Bagian ini sebagai dasar bangunan keluarga Kristen dan gambaran yang indah tentang keluarga (Kej 1 : 27 – 30)
Gambaran keluarga yang demikian menjadi doa dan harapan keluarga Kristen yang sungguh – sungguh takut akan Tuhan, yaitu keluarga yang menjalani hidupnya dengan kesadaran dan ketaatan akan kehendak dan perintah Allah. Keluarga yang demikian inilah yang berkenan di hadapan Tuhan, bahkan akan mengalami kebahagiaan dari Tuhan.
Masalahnya adalah apakah ketika seseorang pada awalnya memilih bangunan keluarga Kristen sudah sungguh – sungguh mengerti akan konsekuensinya ? Dalam arti bahwa perkawinan bersifat monogami, satu untuk selamanya dan terikat janji di hadapan Tuhan ataukah sebenarnya perkawinan sebagai urusan lahiriah yang sangat manusiawi sehingga ukuran sukses atau gagalnya perkawinan menjadi sangat manusiawi ? Dalam arti hanya karena persoalan manusiawi seperti kemiskinan, tidak cukup makan dan kebutuhan, tidak puas pelayanan seksual istri/suami, tidak bisa memiliki harta seperti tetangga, dsb, akhirnya perkawinan diakhiri dengan perceraian.
Contoh kasus : ada keluarga Kristen yang tidak punya uang, ia tidak ke gereja. Ketika ia didatangi dan ditanya ”mengapa tidak ke gereja ?”, dengan jujur ia menjawab ”lha wong untuk makan saja kami harus utang, kalau ke gereja kami harus persembahan, kalau tidak persembahan saya malu”. Uang memang akar segala kejahatan, tetapi dengan uang pula gereja hidup, masyarakat digerakkan, kerja seseorang dihargai dan uang menjadi kontrol kehidupan di jaman ini, baik keluarga, gereja maupun masyarakat.
Masalahnya adalah bagaimana pada akhirnya sebagai keluarga Kristen dalam menjalani hidup ini tidak diatur dan dikuasai oleh uang, akan tetapi mengatur dan mengelola berapapun besarnya keuangan itu untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan seperlunya saja. Perenungan bagi kita sekarang adalah, bagaimana mempertahankan supaya sendi – sendi bangunan keluarga itu tidak meengalami pengeroposan melainkan tetap kuat berdiri dan bergerak mengikuti perubahan jaman ?

BAHAN DISKUSI :
1. Bagaimana Saudara memaknai kehidupan keluarga Saudara sampai saat ini?
2. Adakah bedanya keluarga Kristen dan keluarga lainnya? Apakah Saudara menikmati perbedaan itu?
3. Dalam perjalanan kehidupan rumah tangga Saudara sejauh ini, pernahkah saudara mencatat persoalan berat yang terjadi, dan apakah dalam saat – saat berat tersebut janji perkawinan yang pernah diucapkan dapat berfungsi untuk mengatasinya ?
4. Sebutkan beberapa hal yang dianggap menjadi tantangan terbesar dalam kehidupan keluarga Kristen di jaman sekarang ? Bagaimana sikap dan tanggapan Saudara ?

0 comments:


Template Brought by :

blogger templates